Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gunungkidul menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Manajemen Penanganan Kasus di Meeting Room Hotel Cyka Raya selama dua hari, Rabu–Kamis (17–18/9/2025).
Acara dibuka oleh Plt. Kepala Dinas Sosial P3A Kabupaten Gunungkidul, Markus Tri Munarja, S.IP, M.Si. Dalam sambutannya, beliau menyoroti semakin kompleksnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan ke Dinas Sosial. Kondisi ini menjadi keprihatinan bersama sehingga diperlukan sinergi lintas sektor dan partisipasi masyarakat untuk memperkuat perlindungan.
“Kasus kekerasan semakin hari semakin kompleks. Ini menjadi keprihatinan bersama agar seluruh masyarakat mampu saling bersinergi dalam menangani kasus yang menimpa perempuan dan anak,” ujar Markus Tri Munarja, S.IP, M.Si..
Sesi materi menghadirkan Raka Buntasing Panjongko, S.H., M.H.Li. yang menyampaikan pokok bahasan terkait tindak pidana rentan pada perempuan dan anak, penanganan perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), serta pendampingan pekerja sosial.
Raka Buntasing Panjongko, S.H., M.H.Li. menekankan dasar hukum perlindungan, antara lain UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), serta menguraikan bentuk-bentuk kekerasan meliputi fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. Ia juga menjelaskan ketentuan pidana dalam Pasal 44 UU PKDRT yang memuat ancaman hukuman mulai dari 4 bulan hingga 15 tahun penjara, disertai denda bervariasi.
Selain itu, Raka memaparkan prosedur hukum acara pidana ABH, mulai dari kewajiban sidang anak dilakukan secara khusus dan tertutup, hingga pentingnya pendampingan oleh orang tua atau pekerja sosial.
Materi berikutnya disampaikan oleh Dra. Y. Santi Roestriyani yang mengulas dampak kekerasan terhadap anak. Kekerasan disebut menimbulkan trauma jangka panjang, depresi, perilaku menyakiti diri, hingga masalah akademik. Santi juga membagikan kasus nyata untuk menegaskan perlunya perlindungan khusus dan pendampingan intensif bagi anak korban.
Dalam sesi diskusi, Agung Pambuka Nugroho menanyakan tentang pengasuhan anak serta jumlah panti asuhan di DIY. Dijelaskan bahwa masih ada BPRSA/SOS Children Village di Timoho dan lembaga pelatihan keterampilan di Pundung.
Simping Yulianti mengangkat kasus anak disabilitas dengan penyimpangan perilaku seksual. Narasumber menekankan pentingnya pendampingan berbasis masyarakat, sekolah, dan koordinasi dengan keluarga agar penanganan lebih efektif.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama, dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan dan rekomendasi.
Kesimpulan:
- UU PKDRT, UU TPKS, dan UU Perlindungan Anak merupakan instrumen hukum yang kuat.
- Pasal pidana dapat digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan.
- ABH membutuhkan pendekatan diversi dan restorative justice.
- Peran aparat penegak hukum (APH) dan pekerja sosial sangat vital di setiap tahapan.
Rekomendasi:
- Perkuat peran APH dan pekerja sosial dalam penanganan ABH.
- Tingkatkan koordinasi antara APH, pekerja sosial, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dan masyarakat di Gunungkidul.
Dengan adanya Bimtek ini, diharapkan para pemangku kepentingan semakin terlatih dalam menangani kasus kekerasan secara komprehensif, serta mampu menciptakan sistem perlindungan yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak.